• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Salahkah??

    Jumat, 13 April 2012

    Karena saya perempuan makanya saya tahu apa yang dia rasakan. Jangankan dia yang mengalami saya yang hanya menjadi pendengar pun ikut terbawa perasaan sewaktu dia dengan terpaksa akhirnya menceritakan kisahnya. Dia saudariku, cukup lama kukenal, bahkan sejak kami SMP dulu sampai kami sekarang menginjakkan kaki di kampus yang sama. Namanya Affatunnissa, dari keluarga baik- baik Insyaallah. Dia anak periang bahkan dari pertama kali kami berkenalan saya sudah tahu kalau anaknya bukanlah seorang yang pendiam. Tapi sayang dia bukanlah anak yang suka bergaul dengan kami, sedikit tertutup kalau boleh dibilang. Pulang sekolah lebih suka di rumah membantu mama dan papanya di rumah. Meskipun di sekolah kami cukup dekat, tapi memang di sekolah itu sajalah. Begitu juga sewaktu SMA. Dan yang paling unik dari Affa ini dia sedikit jutek, apalagi ke kawan- kawan kami yang laki- laki karena itu saya rasa dia tidak punya teman laki- laki.
     Pernah dulu setahu saya ada cowok yang hanya berani menulis surat lewat kotak surat mading sekolah yang ditujukan ke dia dan itupun hanya berani ditulis dengan secret admirer karena ceritanya ada beberapa cowok yang pernah ‘diusirnya’ dari rumahnya karena terlalu sering beralasan meminjam catatan sekolah ke rumah.
    Kemarin  dia ke rumah saya, seperti biasa selalu dengan keriangannya. Tapi ada yang berbeda dengan kedatangannya kali ini, ada raut wajah yang berat, yang susah ditebak, riangnya pun seperti sebuah tanda tanya. Diam- diam saya hubungkan dengan status fesbuknya yang saya perhatikan galau belakangan hari ini. Akhirnya saya godain, seperti biasalah ya, dia cuma tersenyum dan pasti pinter ngeles. Yaudahlah saya pun juga tak mau memaksa, akhirnya kami bercerita panjang lebar tentang perkuliahan masing- masing, Alhamdulillah dia sebentar lagi juga akan menyelesaikan studinya. Akhirnya tak sengaja dia mencetuskan kalimat yang membuat saya semakin bertanda tanya, sampailah ke cerita yang akhirnya membuat dia luluh, jujur saya melihat dia menangis tersedu seperti ini baru untuk pertama kali ini.
    Samalah halnya dengan perempuan pada umumnya, setelah tamat pastilah orangtua mereka terutama orangtua perempuan menyuruh mereka untuk segera menikah, banyak alasan mereka biasanya pengen cucu, takut anaknya tidak laku atau takut anaknya lupa menikah. Begitu juga dengan Affa. Cuma sayang dia sudah punya target setahun setelah tamat dia masih ingin mencari kerja dulu, dan menganggap semua ocehan orangtua ataupun keluarga yang lain sebagai becanda2 an saja. Sementara dia sebenanrnya sadar tidaklah baik bagi seorang perempuan untuk menjomblo tanpa alasan, apalagi kalau sudah ada yang datang dari orang baik- baik. Fitnahnya lebih berat dari fitnah kepada laki- laki. Laki- laki bepergian tanpa mahram tak masalah, laki- laki keluar malam tak masalah, laki- laki ke sana  kemari tak masalah. Sampailah ke cerita, dari kakaknya kalau ada seorang ikhwan yang sedang mencari istri, insyaallah sholeh. 1 minggu Affa ini masih pura- pura tak menanggapi, berdalih masih mau kerja, membahagiakan orangtua pokoknya yang membuat topik ini tergantikan. Tapi di tengah kebimbangannya dia tetap melakukan sholat istikharah, meminta dibukakan jalan keluar. Setelah seminggu di tengah kebimbangan akhirnya dia menetapkan hati untuk segera menikah. Disampaikannya ke murabbi kalau dia sudah siap menikah. Murabbinya bertanya apa sudah ada calon atau sudah ada yang melamar, kalau ada lebih baik dilanjutkan itu dulu. Affa pun bingung, akhirnya diceritakanlah kalau ada ikhwan teman kakaknya, meskipun sampai dia menceritakan ke saya kemarin dia tidak tahu siapa ikhwan yang dimaksud. diceritakan semuanya ke murabbi minta bagaimana baiknya, akhirnya murabbinya memberi usulan agar proposalnya lewat kakaknya saja,  karena pastilah seorang kakak akan memilihkan yang terbaik buat adeknya. dan kakaknya juga insyaallah paham adab- adab ini. harapan pun bersemi di hati akhwat. Di tengah kesiapan, akhirnya proposalpun dia layangkan ke kakaknya, dua minggu menunggu tidak ada kabar. Affa tetap menunggu sampai akhirnya kakaknya mengatakan proposalnya tidak jadi di kirim ke ikhwan karena satu dan lain hal yang tidak bisa dijelaskan, karena kerumitan persoalan, yang ikhwan tidak menerima proposalnya begitulah kasarnya, tapi sebelumnya dilihat. Trus apa maksud Kakaknya sebelumnya? Apa karena dia tidak masuk kriteria? Tapi toh juga tidak dilihat. Kepada kakaknya dia tetap berusaha tegar, tanpa menangis sedikitpun, karena bagaimanapun kadang memang kita ingin tetap terlihat kuat di depan orang- orang yang kita sayangi. Tapi di sini, saya melihat airmata mengalir dari pipi Affa, saya hanya bisa ikut prihatin, tak bisa memberi nasihat apa- apa. Ingin rasanya marah kepada kakaknya atau kepada ikhwan yang tidak dikenal itu? Saya tahu bagaimanapun pasti berat bagi affa ujian ini, kalau seorang perempuan yang biasa gonta- ganti pacar atau punya banyak teman laki- laki hal ini adalah biasa, tapi bagi orang- orang seperti Affa ini adalah ujian terberat, di tengah kesiapannya menerima untuk menikah ternyata ikhwan itu tidak serius. Haruskah saya marah ke kakaknya yang menyampaikan ataukah ke ikhwan yang mempermainkan perasaan Affa? Entahlah, saya pun bingung. Saya tau semua rasa di dada Affa: kecewa, marah tapi tidak tahu harus marah ke siapa, benci, sedih, malu, merasa tak berguna, tapi di sisi lain pun harus tetap berusaha tegar. Affa, Insyaallah kau akan menemukan laki- laki terbaik, yang menghormatimu sebagai perempuan. Lupakan kisah ini. Mari memulai cerita baru. Semangat!!move on.. ^^

    0 komentar:

    Posting Komentar