• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

    Senin, 25 April 2011
    TINJAUAN PUSTAKA

    I. DEFINISI
    Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease) 2010, PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan penderita. Karakteristik pulmonal penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya. 1

    II. FAKTOR RISIKO
    Beberapa faktor risiko pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai berikut: 1,2
    1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
    Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
    a. Riwayat merokok
    • Perokok aktif
    • Perokok pasif
    • Bekas perokok
    b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
    • Ringan : 0-200
    • Sedang : 200-600
    • Berat : >600
    2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
    3. Hipereaktiviti bronkus
    4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
    5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

    III. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
    Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: 2,3
    • Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
    • Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
    • Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

    Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.2,3

    Gambar 1. Konsep Patogenesis PPOK




    Gambar 2. Perbedaan Patogenesis Asma dan PPOK



    IV. DIAGNOSIS
    Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.2
    Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan:
    1. Gambaran Klinis2
    a. Anamnesis
    - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
    - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
    - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
    - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
    - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
    - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
    b. Pemeriksaan fisis2
    PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
    o Inspeksi
    - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
    - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
    - Penggunaan otot bantu napas
    - Hipertropi otot bantu napas
    - Pelebaran sela iga
    - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai
    - Penampilan pink puffer atau blue bloater
    o Palpasi
    Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
    o Perkusi
    Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
    o Auskultasi
    - suara napas vesikuler normal, atau melemah
    - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
    - ekspirasi memanjang
    - bunyi jantung terdengar jauh

    Pink puffer3
    - Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing

    Blue bloater3
    - Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

    Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. 3

    Gambar 3. Indikator kunci dalam mendiagnosis PPOK

    2. Pemeriksaan Penunjang2
    a. Pemeriksaan rutin
    • Faal paru
    - Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
     Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP(%).
     Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %  VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. - APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. Jika spirometri tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan • Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil Gambar 4. Normal spirogram dan tipe spirogram pada pasien dengan PPOK sedang-berat • Darah rutin • Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) • Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % • Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal • Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan • Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
    • Analisis gas darah
    Terutama untuk menilai :
    - Gagal napas kronik stabil
    - Gagal napas akut pada gagal napas kronik
    -
    • Radiologi
    - CT - Scan resolusi tinggi
    Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
    - Scan ventilasi perfusi
    Mengetahui fungsi respirasi paru
    • Elektrokardiografi
    Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
    • Ekokardiografi
    Menilai fungfsi jantung kanan
    • Bakteriologi
    Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
    • Kadar alfa-1 antitripsin
    Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

    V. DIAGNOSIS BANDING
    Diagnosis banding utama adalah asma. Pada beberapa pasien dengan asma kronik, perbedaan yang nyata dari PPOK tidak dapat ditentukan dengan gambaran radiologi dan uji faal paru. Pada pasien ini, penatalaksanaan terkini sama dengan penatalaksanaan asma. 1
    Diagnosis banding potensial lainnya biasanya mudah disingkirkan dari PPOK sebagai berikut: 2
    a. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
    Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
    b. Pneumotoraks
    c. Gagal jantung kronik
    d. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.

    Tabel 1. Diagnosis Banding PPOK 1




    Tabel 2. Perbedaan asma, PPOK dan SOPT
    Asma PPOK SOPT
    Timbul pada usia muda ++ - +
    Sakit mendadak ++ - -
    Riwayat merokok +/- +++ -
    Riwayat atopi ++ + -
    Sesak dan mengi berulang +++ + +
    Batuk kronik berdahak + ++ +
    Hipereaktifitas bronkus +++ + +/-
    Reversibilitas obstruksi ++ - -
    Variabilitas harian ++ + -
    Eosinofil sputum + - ?
    Neutrofil sputum - + ?
    Makrofag sputum + - ?

    VI. KLASIFIKASI
    Klasifikasi PPOK: 1
    Stage I: Mild
    a. Terdapat hambatan aliran udara ringan:
    - FEV1/FVC < 0.70 - FEV1 > 80% predicted
    b. Terkadang terdapat batuk kronis dan produksi sputum
    c. Pasien biasanya belum menyadari keabnormalan fungsi parunya

    Stage II: Moderate
    a. Hambatan aliran udara sedang
    - FEV1/FVC < 0.70 - 50% < FEV1 < 80% predicted b. Nafas memendek atau sesak nafas saat beraktifitas c. Pada stage ini, pasien mulai mencari pengobatan karena gejala gangguan respirasi yang lama atau adanya eksaserbasi penyakitnya Stage III: Severe a. Hambatan udara lebih buruuk dibanding stage II - FEV1/FVC < 0.70 - 30% < FEV1 < 50% predicted b. Sesak nafas semakin mengganggu aktifitas c. Eksaserbasi berulang dan berefek pada kualitas hidup penderita Stage IV: Very Severe a. Hambatan udara sangat buruk - FEV1/FVC < 0.70 - FEV1 < 30% predicted atau - FEV1 < 50% predicted + chronic respiratory failure b. Sangat mengganggu aktfitas sehari-hari sehingga menurunkan kualitas hidup c. Eksaserbasi dapat mengancam jiwa VII. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah 1 - Mengurangi gejala - Mencegah progres penyakit - Meningkatkan toleransi beraktivitas - Meningkatkan status kesehatan - Mencegah dan mengobati komplikasi - Mencegah dan mengobati eksaserbasi - Mengurangi tingkat kematian - Mencegah atau meminimalisir efek samping pengobatan Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan mengimplementasikan program penatalaksanaan PPOK dengan 4 komponen:1 1. mendiagnosis dini dan memonitor perjalanan penyakit 2. mengurangi faktor risiko 3. memanajemen PPOK stabil 4. memanajemen eksaserbasi Manajemen PPOK Stabil Kriteria PPOK stabil adalah : - Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik - Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
    - Dahak jernih tidak berwarna
    - Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
    - Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
    - Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

    Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
    - Mempertahankan fungsi paru
    - Meningkatkan kualiti hidup
    - Mencegah eksaserbasi

    Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi
    Penatalaksanaan di rumah
    Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.
    Tujuan penatalaksanaan di rumah :
    a. Menjaga PPOK tetap stabil
    b. Melaksanakan pengobatan pemeliharaan
    c. Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
    d. Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
    e. Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
    f. Meningkatkan kualiti hidup

    Penatalaksanaan di rumah meliputi :
    1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.
    Obat-obatan sesuai klasifikasi (tabel 2). Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.

    2. Terapi oksigen
    Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter

    3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah (lihat hal 25)

    4. Rehabilitasi
    - Penyesuaian aktiviti
    - Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
    - "Pursed-lips breathing"
    - Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas

    5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :
    - Tanda eksaserbasi
    - Efek samping obat
    - Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen


    Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
    Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.4

    Gejala eksaserbasi :
    - Sesak bertambah
    - Produksi sputum meningkat
    - Perubahan warna sputum

    Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
    a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
    b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
    c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

    Penyebab eksaserbasi akut4
    Primer :
    - Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
    Sekunder :
    - Pnemonia
    - Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
    - Emboli paru
    - Pneumotoraks spontan
    - Penggunaan oksigen yang tidak tepat
    - Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
    - Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
    - Nutrisi buruk
    - Lingkunagn memburuk/polusi udara
    - Aspirasi berulang
    - Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)

    Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :
    - Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
    - Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
    - Menambahkan mukolitik
    - Menambahkan ekspektoran

    Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
    Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :
    1. Poliklinik rawat jalan
    2. Unit gawat darurat
    3. Ruang rawat
    4. Ruang ICU

    a. Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan
    Indikasi :
    - Eksaserbasi ringan sampai sedang
    - Gagal napas kronik
    - Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
    - Sebagai evaluasi rutin meliputi :
    a. Pemberian obat-obatan yang optimal
    b. Evaluasi progresifiti penyakit
    c. Edukasi

    b. Penatalaksanaan rawat inap
    Indikasi rawat :
    - Esaserbasi sedang dan berat
    - Terdapat komplikasi
    - infeksi saluran napas berat
    - gagal napas akut pada gagal napas kronik
    - gagal jantung kanan

    Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :
    1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
    2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat
    3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan nebuliser
    4. Perhatikan keseimbangan asam basa
    5. Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
    6. Rehabilitasi awal
    7. Edukasi untuk pasca rawat

    c. Penanganan di gawat darurat
    • Tentukan masalah yang menonjol, misalnya
    - Infeksi saluran napas
    - Gangguan keseimbangan asam basa
    - Gawat napas
    • Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
    Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)

    1. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
    2. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
    3. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
    4. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik
    Indikasi perawatan ICU
    1. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
    2. Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi
    3. Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
    4. Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

    Tujuan perawatan ICU
    1. Pengawasan dan terapi intemsif
    2. Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat
    3. Mencegah kematian

    Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :
    1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
    - Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
    - Kesadaran
    - Tanda vital
    - Analisis gas darah
    - Pneomonia
    2. Terapi oksigen adekuat
    Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudahditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
    3. Pemberian obat-obatan yang maksimal
    Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
    a. Antibiotik
    - Peningkatan jumlah sputum
    - Sputum berubah menjadi purulen
    - Peningkatan sesak
    Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
    b. Bronkodilator
    Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.Dalam perawatan di rumah sakit,bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
    c. Kortikosteroid
    Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
    4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas
    5. Ventilasi mekanik
    Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
    6. Kondisi lain yang berkiatan
    - Monitor balans cairan elektrolit
    - Pengeluaran sputum
    - Gagal jantung atau aritmia
    7. Evaluasi ketat progesiviti penyakit
    Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.
    Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi :
    - Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
    - Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
    - Kesadaran menurun
    - Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg - Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
    - Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
    - Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli
    masif
    - Penggunaan NIPPV yang gagal










    DAFTAR PUSTAKA


    1. GOLD,Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Diakses dari: http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989 pada tanggal 21 April 2011
    2. PDPI. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoma, Diagnosis, dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI ; 2003
    3. MW Lorraine. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernafasan. Dalam: AP Sylvia, MW Lorraine, editor. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC; 2005. Hal.783-795
    4. SR Bambang, Hisyam Barnawi. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam: WS Aru, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007. Hal 984-985







    TINJAUAN PUSTAKA

    I. DEFINISI
    Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease) 2010, PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan penderita. Karakteristik pulmonal penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya. 1

    II. FAKTOR RISIKO
    Beberapa faktor risiko pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai berikut: 1,2
    1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
    Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
    a. Riwayat merokok
    • Perokok aktif
    • Perokok pasif
    • Bekas perokok
    b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
    • Ringan : 0-200
    • Sedang : 200-600
    • Berat : >600
    2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
    3. Hipereaktiviti bronkus
    4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
    5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

    III. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
    Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: 2,3
    • Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
    • Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
    • Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

    Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.2,3

    Gambar 1. Konsep Patogenesis PPOK




    Gambar 2. Perbedaan Patogenesis Asma dan PPOK



    IV. DIAGNOSIS
    Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.2
    Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan:
    1. Gambaran Klinis2
    a. Anamnesis
    - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
    - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
    - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
    - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
    - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
    - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
    b. Pemeriksaan fisis2
    PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
    o Inspeksi
    - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
    - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
    - Penggunaan otot bantu napas
    - Hipertropi otot bantu napas
    - Pelebaran sela iga
    - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai
    - Penampilan pink puffer atau blue bloater
    o Palpasi
    Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
    o Perkusi
    Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
    o Auskultasi
    - suara napas vesikuler normal, atau melemah
    - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
    - ekspirasi memanjang
    - bunyi jantung terdengar jauh

    Pink puffer3
    - Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing

    Blue bloater3
    - Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

    Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. 3

    Gambar 3. Indikator kunci dalam mendiagnosis PPOK

    2. Pemeriksaan Penunjang2
    a. Pemeriksaan rutin
    • Faal paru
    - Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
     Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP(%).
     Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %  VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. - APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. Jika spirometri tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan • Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil Gambar 4. Normal spirogram dan tipe spirogram pada pasien dengan PPOK sedang-berat • Darah rutin • Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) • Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % • Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal • Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan • Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
    • Analisis gas darah
    Terutama untuk menilai :
    - Gagal napas kronik stabil
    - Gagal napas akut pada gagal napas kronik
    -
    • Radiologi
    - CT - Scan resolusi tinggi
    Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
    - Scan ventilasi perfusi
    Mengetahui fungsi respirasi paru
    • Elektrokardiografi
    Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
    • Ekokardiografi
    Menilai fungfsi jantung kanan
    • Bakteriologi
    Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
    • Kadar alfa-1 antitripsin
    Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

    V. DIAGNOSIS BANDING
    Diagnosis banding utama adalah asma. Pada beberapa pasien dengan asma kronik, perbedaan yang nyata dari PPOK tidak dapat ditentukan dengan gambaran radiologi dan uji faal paru. Pada pasien ini, penatalaksanaan terkini sama dengan penatalaksanaan asma. 1
    Diagnosis banding potensial lainnya biasanya mudah disingkirkan dari PPOK sebagai berikut: 2
    a. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
    Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
    b. Pneumotoraks
    c. Gagal jantung kronik
    d. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.

    Tabel 1. Diagnosis Banding PPOK 1




    Tabel 2. Perbedaan asma, PPOK dan SOPT
    Asma PPOK SOPT
    Timbul pada usia muda ++ - +
    Sakit mendadak ++ - -
    Riwayat merokok +/- +++ -
    Riwayat atopi ++ + -
    Sesak dan mengi berulang +++ + +
    Batuk kronik berdahak + ++ +
    Hipereaktifitas bronkus +++ + +/-
    Reversibilitas obstruksi ++ - -
    Variabilitas harian ++ + -
    Eosinofil sputum + - ?
    Neutrofil sputum - + ?
    Makrofag sputum + - ?

    VI. KLASIFIKASI
    Klasifikasi PPOK: 1
    Stage I: Mild
    a. Terdapat hambatan aliran udara ringan:
    - FEV1/FVC < 0.70 - FEV1 > 80% predicted
    b. Terkadang terdapat batuk kronis dan produksi sputum
    c. Pasien biasanya belum menyadari keabnormalan fungsi parunya

    Stage II: Moderate
    a. Hambatan aliran udara sedang
    - FEV1/FVC < 0.70 - 50% < FEV1 < 80% predicted b. Nafas memendek atau sesak nafas saat beraktifitas c. Pada stage ini, pasien mulai mencari pengobatan karena gejala gangguan respirasi yang lama atau adanya eksaserbasi penyakitnya Stage III: Severe a. Hambatan udara lebih buruuk dibanding stage II - FEV1/FVC < 0.70 - 30% < FEV1 < 50% predicted b. Sesak nafas semakin mengganggu aktifitas c. Eksaserbasi berulang dan berefek pada kualitas hidup penderita Stage IV: Very Severe a. Hambatan udara sangat buruk - FEV1/FVC < 0.70 - FEV1 < 30% predicted atau - FEV1 < 50% predicted + chronic respiratory failure b. Sangat mengganggu aktfitas sehari-hari sehingga menurunkan kualitas hidup c. Eksaserbasi dapat mengancam jiwa VII. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah 1 - Mengurangi gejala - Mencegah progres penyakit - Meningkatkan toleransi beraktivitas - Meningkatkan status kesehatan - Mencegah dan mengobati komplikasi - Mencegah dan mengobati eksaserbasi - Mengurangi tingkat kematian - Mencegah atau meminimalisir efek samping pengobatan Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan mengimplementasikan program penatalaksanaan PPOK dengan 4 komponen:1 1. mendiagnosis dini dan memonitor perjalanan penyakit 2. mengurangi faktor risiko 3. memanajemen PPOK stabil 4. memanajemen eksaserbasi Manajemen PPOK Stabil Kriteria PPOK stabil adalah : - Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik - Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
    - Dahak jernih tidak berwarna
    - Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
    - Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
    - Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

    Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
    - Mempertahankan fungsi paru
    - Meningkatkan kualiti hidup
    - Mencegah eksaserbasi

    Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi
    Penatalaksanaan di rumah
    Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.
    Tujuan penatalaksanaan di rumah :
    a. Menjaga PPOK tetap stabil
    b. Melaksanakan pengobatan pemeliharaan
    c. Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
    d. Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
    e. Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
    f. Meningkatkan kualiti hidup

    Penatalaksanaan di rumah meliputi :
    1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.
    Obat-obatan sesuai klasifikasi (tabel 2). Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.

    2. Terapi oksigen
    Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter

    3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah (lihat hal 25)

    4. Rehabilitasi
    - Penyesuaian aktiviti
    - Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
    - "Pursed-lips breathing"
    - Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas

    5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :
    - Tanda eksaserbasi
    - Efek samping obat
    - Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen


    Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
    Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.4

    Gejala eksaserbasi :
    - Sesak bertambah
    - Produksi sputum meningkat
    - Perubahan warna sputum

    Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
    a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
    b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
    c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

    Penyebab eksaserbasi akut4
    Primer :
    - Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
    Sekunder :
    - Pnemonia
    - Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
    - Emboli paru
    - Pneumotoraks spontan
    - Penggunaan oksigen yang tidak tepat
    - Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
    - Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
    - Nutrisi buruk
    - Lingkunagn memburuk/polusi udara
    - Aspirasi berulang
    - Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)

    Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :
    - Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
    - Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
    - Menambahkan mukolitik
    - Menambahkan ekspektoran

    Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
    Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :
    1. Poliklinik rawat jalan
    2. Unit gawat darurat
    3. Ruang rawat
    4. Ruang ICU

    a. Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan
    Indikasi :
    - Eksaserbasi ringan sampai sedang
    - Gagal napas kronik
    - Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
    - Sebagai evaluasi rutin meliputi :
    a. Pemberian obat-obatan yang optimal
    b. Evaluasi progresifiti penyakit
    c. Edukasi

    b. Penatalaksanaan rawat inap
    Indikasi rawat :
    - Esaserbasi sedang dan berat
    - Terdapat komplikasi
    - infeksi saluran napas berat
    - gagal napas akut pada gagal napas kronik
    - gagal jantung kanan

    Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :
    1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
    2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat
    3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan nebuliser
    4. Perhatikan keseimbangan asam basa
    5. Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
    6. Rehabilitasi awal
    7. Edukasi untuk pasca rawat

    c. Penanganan di gawat darurat
    • Tentukan masalah yang menonjol, misalnya
    - Infeksi saluran napas
    - Gangguan keseimbangan asam basa
    - Gawat napas
    • Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
    Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)

    1. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
    2. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
    3. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
    4. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik
    Indikasi perawatan ICU
    1. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
    2. Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi
    3. Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
    4. Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

    Tujuan perawatan ICU
    1. Pengawasan dan terapi intemsif
    2. Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat
    3. Mencegah kematian

    Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :
    1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
    - Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
    - Kesadaran
    - Tanda vital
    - Analisis gas darah
    - Pneomonia
    2. Terapi oksigen adekuat
    Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudahditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
    3. Pemberian obat-obatan yang maksimal
    Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
    a. Antibiotik
    - Peningkatan jumlah sputum
    - Sputum berubah menjadi purulen
    - Peningkatan sesak
    Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
    b. Bronkodilator
    Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.Dalam perawatan di rumah sakit,bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
    c. Kortikosteroid
    Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
    4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas
    5. Ventilasi mekanik
    Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
    6. Kondisi lain yang berkiatan
    - Monitor balans cairan elektrolit
    - Pengeluaran sputum
    - Gagal jantung atau aritmia
    7. Evaluasi ketat progesiviti penyakit
    Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.
    Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi :
    - Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
    - Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
    - Kesadaran menurun
    - Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg - Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
    - Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
    - Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli
    masif
    - Penggunaan NIPPV yang gagal










    DAFTAR PUSTAKA


    1. GOLD,Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Diakses dari: http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989 pada tanggal 21 April 2011
    2. PDPI. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoma, Diagnosis, dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI ; 2003
    3. MW Lorraine. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernafasan. Dalam: AP Sylvia, MW Lorraine, editor. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC; 2005. Hal.783-795
    4. SR Bambang, Hisyam Barnawi. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam: WS Aru, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007. Hal 984-985